Sayyid Quthb, sebuah nama legendaris di
kalangan aktifis gerakan Islam. Namanya dipuji kaum pergerakan Islam di
seluruh dunia, dari yang moderat seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir, dan kelompok-kelompok Islam lainnya di Indonesia, sampai kalangan
gerakan Islam radikal, seperti Al-Jihad dan Jamaah Islamiyah (Mesir)
serta Al-Qaidah dan kelompok-kelompok lokal yang berafiliasi dengannya.
Sebaliknya, oleh kalangan penguasa sekuler, media massa dan peneliti Barat, Sayyid Quthb mendapat stempel buruk. Ia dijuluki sebagai ideolog gerakan radikal Islam, ‘Bapak Islam Fundamentalis’ bahkan ‘Guru Para Teroris’. Sebutan itu dilekatkan kuat pada Sayyid karena tokoh-tokoh radikal Islam menjadikan tulisan-tulisan Sayyid sebagai inspirasi gerakan mereka, yang umumnya memilih jalur kekerasan bersenjata.
Sebaliknya, oleh kalangan penguasa sekuler, media massa dan peneliti Barat, Sayyid Quthb mendapat stempel buruk. Ia dijuluki sebagai ideolog gerakan radikal Islam, ‘Bapak Islam Fundamentalis’ bahkan ‘Guru Para Teroris’. Sebutan itu dilekatkan kuat pada Sayyid karena tokoh-tokoh radikal Islam menjadikan tulisan-tulisan Sayyid sebagai inspirasi gerakan mereka, yang umumnya memilih jalur kekerasan bersenjata.
Namun, apakah klaim-klaim itu benar adanya? Apakah pemikiran Sayyid Quthb itu sama dengan yang dipahami kalangan radikal dan juga islamofobia di Barat?
pemikiran Sayyid Quthb.
Saya kaget membaca artikel di Republika online yang memuat pernyataan Yusuf Qhardhawi ‘bahwa Sayyid Quthb adalah orang yang bertanggung jawab atas berkembangnya pemikiran Islam radikal,’ terutama masalah hukum takfir (mengkafirkan). Sebelum kritikan Yusuf Qhardhawi terhadap Sayyid Quthb, memang telah banyak kritikan atas pemikiran Quthb yang tertuang dalam buku Petunjuk Jalan (Ma’alim fit Thoriq) dan tafsir Fi Zhilalil Qur’an, baik pemikir Islam maupun orientalis. Mereka menisbatkan perkembangan gerakan ekstremis pada jubah Sayyid Quthb.
Bertepatan dengan ramainya terorisme di Indonesia oleh media massa, banyak para pihak mengaitkan masalah gerakan Islam ekstremis (Jaringan Teroris) dengan pemikiran Sayyid Quthb, terutama tentang konsep masyarakat jahiliah pada masa kini. Saya tertarik untuk segera menuangkan ide saya di atas tulisan ini untuk meluruskan permasalahan penyimpangan pemahaman terhadap pemikiran sayyid Quthb. Saya menemukan sebuah buku yang berjudul “Butir-butir Pemikiran Sayyid Quthb”, K.Salim Bahasawi, di perpustakaan pribadi saya, buku tersebut mencoba meluruskan penyimpangan pemahaman-pemahaman yang dinisbatkan pada pemikiran Sayyid Quthb. Insya Allah saya akan menguraikannya sebagai berikut;
Dalam buku tersebut dirangkum tuduhan-tuduhan terhadap Sayyid Quthb sebagai berikut;
1. Sayyid Quthb telah mengkafirkan orang-orang Islam meskipun mereka melaksanakan shalat, puasa, dan haji, kecuali yang ikut menjadi anggota thandzhim (ikhwanul Muslimin).
2. Ia menilai masyarakat muslim tergolong dalam darul harb yang harus diperangi, wajib dihancurkan serta tidak boleh dibiarkan hidup.
3. Ia menghimbau agar mengisolasi diri dari masyarakat, bukan saja perasaan , tapi lebih dari itu secara eksitensi. Ini dimaksudkan agar tidak terjalin hubungan antara mereka dengan masyarakat, lantaran hal itu akan menguatkan masyarakat yang sebenarnya ingin dihancurkan.
4. Ia menyeru untuk membangun hubungan antara muslimin dan selain mereka atas dasar hukum darul harb walaupun mereka tidak menyerang orang-orang Islam .
Jika kita mengkaji pemikiran Sayyid Quthb secara mendalam dan komprehensif, sebenarnya pemikiran ia jauh dari tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepadannya. Oleh sebab itu saya mencoba menguraikan masalah di atas sebagai berikut;
1. Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid Quthb menafsirkan Qur’an Surat an-Nisa : 94 yang artinya “… dan janganlah kamu menyatakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu, ‘kamu bukan orang mukmin.” Ia menjelaskan bahwa cukup memeluk Islam dengan dua kalimat Syahadat, dan tidak ada dalil yang membatalkanya. Dalam interogasi tindak pidana 12/1965 yang dilakukan oleh Badan Intelijen Mesir kepada Sayyid Quthb tentang “apakah ada perbedaan antara muslim yang tergabung dalam ikhwanul muslimin dengan diluarnya?” dia menjawab; “Yang unik pada ikhwan adalah mereka memilih suatu progam yang jelas dalam merealisasikan Islam. Oleh karena itulah dalam pandangan saya, mereka lebih saya dahulukan daripada mereka yang tidak mempunyai progam. Perbedaan di sini bukan bersifat personalitas melainkan dari sisi bahwa jamaah ikhwan memiliki progam. Dan setiap individu di dalamnya terikat dengan progam dalam upaya merealisasikannya. Inilah keunikannya.” Sedangkan kata-kata beliau tentang pengkafiran yang tertuang dalam buku-buku beliau adalah kaitannya dengan sebuah Negara. Yang dimaksudkan beliau adalah kufr amaly/majazinya ( kekufuran dalam praktik) atau kufur nikmat Islam, bukan kufr kepada maknanya yang haqiqi (kufur menyebabkan keluar dari Islam). Para Fuqoha pun sepakat perbedaan antara kufr majazi dan kufr haqiqi. Jadi sangat jelas bahwa Sayyid Quthb tidak mengkafirkan umat Islam yang berada di luar jamaah ikhwan.
2. Anggapan selanjutnya, menurut mereka, Sayyid Quthb menganggap nonmuslim maupun muslim yang berada di bawah system Negara yang dzhalim adalah Darull Harb (Negara musuh) maka wajib mengacungkan pedang untuk menghancurkan mereka meski tidak melanggar hak-hak kaum muslim, adalah jelas mengada-ada. Ia memberi komentar pada ayat-ayat Surat at-Taubah sampai ayat ke-22, “turun untuk menjelaskan hubungan-hubungan final antara masyarakat Islam – yang telah stabil keberadaannya di Madinah dan jazirah Arab secara umum- dan kaum musyrik yang masih tersisa di jazirah Arab.” Dengan demikian ayat tersebut ditujukan khusus pada orang-orang musyrik di jazirah Arab, bukan pada untuk umum umat Islam di muka bumi. Dan janji mu’ahidin tetap dihormati. Al-Ustadz Yusuf al-Adzam-orang yang hidup satu masa dengan Sayyid Quthb dan sering melakukan dialog-beliau(Sayyid Quthb) berkata; “Sesungguhnya Negara yang kita huni ini, adalah bumi Islam dan penduduknya adalah orang-orang muslim. Dan ini merupakan hakikat yang tak bisa dimungkiri lagi. Akan tetapi, institusi-institusi kafir dan undang-undang para thagut (orang-orang dzhalim) menguasai banyak lini, menguasai berbagai metode dalam mendidik anak, dan dala kehidupan keluarga dalam masyarakat tersebut. Oleh karena itu, bagaimanapun juga sebuah negeri orang-orang muslim –yang dihuni mayoritas orang-orang muslim dan dipimpin oleh orang-orang yang tidak secara terus terang menyatakan kekafirannya atau tidak menunjukkan kekafirannya kepada penduduknya secara terang-terangan-tidak boleh dikategorikan darul harb atau darul kufr, walaupun di dalamnya institusi-institusi dzhalim berkuasa. Dan negeri-negeri Islam harus dikembalikan pada Islam atau sebaliknya, Islam harus dikembalikan padanya. Agar para penduduk, para pemimpinnya, institusi di dalamnya, hubungan antar penduduk, dan kultur yang berlaku di dalamnya sesuai dengan Islam. Dalam Ma’alim fit Thoriq dia mendefinisikan secara gamblang tentang Darul Harb dan Darul Islam, akan tetapi definisi tersebut berkaitan dengan kemurtadan seorang muslim.
3. Dalam tabloid al-muslimun edisi keempat, volume 1, menurunkan memoar yang ditulis Sayyid Quthb tak lama sebelum dihukum mati. Dalam memoarnya ia menulis, “kami telah menyepakati prinsip tidak menggunakan kekerasan dalam menggulingkan system pemerintahan, dan berhasrat menegakkan system islami dari kawasan titik awal, yaitu mentransfer masyarakat-masyarakat itu sendiri ke dalam konsep-konsep Islam yang murni.” Jadi jelas bahwa dia tidak sepakat menggunakan kekerasan dalam menggulingkan pemerintahan Nasser, walaupun pemerintahan Mesir kala itu menangkap dan menyiksa para aktivis ikhwan dengan sadis.
4. Masyarakat jahiliah yang beliau maksudkan bukan para personal di dalamnya, akan tetapi aturan-aturan, undang-undang, nilai-nilai, sumber-sumber pengetahuan, dan dasar-dasar Negara. Jadi beliau tidak pernah mmengkafirkan individu-individu maupun umat islam. Di sini terjadi kesalahan dalam memahami perkataan Sayyid Quthb.
Dalam tulisan Sayyid Quthb lebih mengutamakan symbol-simbol daripada keterangan yang sangat jelas, dikarenakan Rezim Gamal Abdul Nasser yang sangat otoriter terhadap aktivitas jama’ah ikhwan. Banyak orang yang salah/keliru memahami terhadap tulisan Sayyid Quthb, dan ini diperkeruh suasana oleh orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Sayyid Quthb (gerakan ekstremis).
Prof. Gele Caibel, Orientalis asal Perancis, mengungkapkan; “Eksekusi Sayyid Quthb yang terlalu pagi telah meletakkan berbagai konsep dan pemikirannya-sekaligus diberbagai kandungan yang kadang kabur-dirak yang dapat diraih oleh segenap rakyat. Ini secara praktis mengakibatkan jatuhnya ‘senjata’ pengkafiran ke tangan-tangan berbagai aliran yang sukar dikendalikan.”
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Gill Kepel, “Sesungguhnya hukuman mati bagi Sayyid Quthb yang teramat dini, dan mengakibatkan seluruh pendapat dan pemikirannya dipahami oleh masyarakat dengan segala kesamaran yang ada di dalamnya. Dan hal ini mengakibatkan para pengikutnya melakukan pengkafiran tanpa bisa dikendalikan.” Wallahu ‘alam bis showab .
Sayyid Quthb DI Mata Ulama Salafi
Sayyid Quthb DI Mata Ulama Salafi
Pada malam kamis, kami mendapatkan SMS dari beberapa ikhwah bahwa di TV ONE ada dialog antara Al Ustadz Ja’far Umar Thalib – saddadallahu khuthahu- dengan redaksi TV ONE, bertemakan Terorisme di Indonesia. Dalam dialog itu, ada pernyataan Al Ustadz Ja’far Umar Thalib – saddadallahu khuthahu- yang perlu disorot dan terkesan berbau fitnah, khususnya terhadap Syahidul Islam Sayyid Quthb Rahimahullah.
Saat itu, Al Ustadz Ja’far Umar Thalib –hadaanallah wa iyyah- menyebutkan bahwa Sayyid Quthb adalah biang keladi semua bentuk terorisme saat ini, khususnya melalui pengaruh bukunya yang berjudul Ma’alim Fith Thariq (Petunjuk Jalan), yang memang sudah lama beredar di Indonesia. Pertamakali diterjemahkan –sejauh yang kami ketahui- oleh penerbit Media Dakwah yang dimiliki oleh Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII). Menurutnya, garis perjuangan Sayyid Quthb adalah menghancurkan semua negara-negara yang ada, kemudian mendirikan Negara Islam. Kita tidak mengetahui apa motivasi Al Ustadz Ja’far berbicara seperti itu, apakah dia hendak mengalihkan perhatian intelijen yang memang belakangan sangat curiga dengan pemahaman wahabi yang vulgar ditampilkan oleh kelompoknya ini, sehingga bebaslah ia, dan berkata: “Kami bukan teroris, mereka itulah yang teroris.” Kesan cuci tangan sangat kuat dalam dialog tersebut.
كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلا كَذِبًا
“ Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (QS. Al Kahfi (18): 5)
Entah bagaimana seorang Ja’far Umar Thalib ( mantan panglima laskar jihad ) dalam sebuah acara dialog di salah satu televisi swasta menyatakan bahwa Sayyid Quthb adalah seorang teroris bahkan Abu Bakar Ba’asyir pun dinyatakan sebagai petinggi Al Qaidah di Indonesia, sungguh pernyataan yang terlalu berani dari seorang ulama yang dikenal dari kalangan Salafy.
Pernyataan Ja’far Umar Thalib sangat tendensius, dengan jelas ia mengatakan , ” Teroris Sayyid Quthb ” sembari tidak menyertakan bukti yang lengkap terkait tuduhannya itu, selain hanya menyitir sepotong-sepotong statemen Sayyid Quthb dalam banyak tulisannya semisal Ma’alim fitthoriiq, padahal seorang Sayyid Quthb telah melahirkan banyak karya tulis yang diakui dunia sebagai bagian dari khazanah intelektual muslim dunia. Pertanyaannya benarkah Sayyid Quthb memancangkan ideologi terorisme dalam tubuh umat Islam melalui karya-karyanya ?
Jawabannya relatif, bagi saya yang pernah membaca buku-buku Sayyid Quthb isinya tak lebih keras dibanding buku-buku karya ulama-ulama dari kalangan Salafy, Apalagi jika terkait dengan pembahasan Tauhid / Akidah antara Sayyid Quthb dan para ulama salafy sama-sama kerasnya. Bagi saya begitulah karakter Tauhid dalam ajaran Islam, mutlak & tak ada kompromi. Jadi apabila ada yang menafsirkan berbeda setelah membaca buku-buku kalangan Salafy sendiri maupun buku karya Sayyid Quthb, apakah dengan serta merta bisa dituding penulisnya sebagai pembawa ideologi terorisme ? Apalagi Sayyid Quthb telah tiada, bagaimana bisa mengkonfirmasi kebenaran pemikirannya ? Maka yang bisa dilakukan adalah pemahaman itu hanya berdasar tafsiran-tafsiran yang berserakan dipasaran, termasuk tafsiran Ja’far Umar Thalib terhadap naskah teks tulisan Sayyid Quthb di atas, yang bisa saja berbeda dengan yang lainnya, dengan saya misalnya.
Atau cara paling aman adalah meminta konfirmasi kepada kawan-kawan terdekat Sayyid Quthb yang diperkirakan saat ini masih hidup, apakah Ja’far Umar Thalib pernah mengkonfirmasi kepada Jama’ah Ikhwan Al Muslimin tentang hal tersebut, mengingat Sayyid Quthb adalah pemikir kedua setelah Hasan Al Bana dalam IM pada masa hidupnya ? Jika benar tafsiran Ja’far Umar Thalib terhadap karya-karya Sayyid Quthb bahwa ybs pembawa ideologi terorisme sebagai satu-satunya tafsiran yang benar & sah , maka sudah dipastikan buku-buku ybs akan ditarik dari peredaran oleh IM sendiri sejak lama, bahkan sepengetahuan saya buku-buku Sayyid Quthb juga menjadi rujukan dikalangan Hizbut Tarrir Indonesia.
‘ Fi Dzilal Al Qur’an ‘ tafsir Al Qur’an kontemporer yang ditulis oleh Sayyid Quthb ketika di penjara, hingga saat ini diakui oleh sebagian besar kaum muslimin sebagai tafsir fenomenal, barangkali yang menolak untuk menyebut karya fenomenal Sayyid Quthb sebagai tafsir ya hanya kalangan salafy sendiri tampaknya.
Ketika Ja’far Umar Thalib menuduh Sayyid Quthb sebagai pembawa ideologi terorisme berarti menuduh Jama’ah Ikhwan Al Muslimin sebagai organisasi teroris, tentu pernyataan semacam ini haruslah berdasarkan bukti-bukti nyata bukan karena kebencian semata. Padahal IM sendiri saat ini hampir tersebar di seluruh dunia sebagai jama’ah dakwah yang telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan dakwah Islam, siapa yang tidak kenal Said Hawwa seorang ahli fikih ternama ? Yusuf Al Qorodhowy ahli hukum Islam ? Syeh Ahmad Yassin penggagas gerakan intifadhah di Palestina ? Masih banyak lagi ulama-ulama besar yang lahir dari rahim Ikhwan Al Muslimin yang diakui dunia kepakaran keilmuannya.
Tentang Abu Bakar Ba’asyir yang dinyatakan sebagai pimpinan Al Qaidah Indonesia rasanya masih perlu dibuktikan lagi, bukankah ABB sudah menjalani masa hukumannya terkait hubungannya dengan Al Qaidah ? Itu pun juga pada akhirnya tidak terbukti di pengadilan, ABB dihukum hanya karena pelanggaran keimigrasian semata.
Saya amat menyayangkan jika ada ulama sekaliber Ja’far Umar Thalib ikut-ikutan memperkeruh suasana, saat ini umat Islam dipojokkan dengan aksi-aksi terorisme yang dituduhkan atasnya, banyak aktifis dakwah yang kembali tiarap karena takut disangka ada kaitannya dengan terorisme, lalu muncul statement dari Ja’far Umar Thalib yang kurang bijak & tidak melihat tempat, akibatnya hanya akan memperburuk keadaan bukannya menyelesaikan masalah.
Sekarang, kita lihat bagaimana pandangan para ulama berorientas Salafi, khususnya di Saudi Arabia terhadap Sayyid Quthb dan karya-karyanya. Kita dapatkan bahwa mereka bersikap tidak seperti Al Ustadz Ja’far yang penuh fitnah dan kebohongan. Mereka menilai dengan sangat objektif dan tidak childist sebagaimana kaum ar ruwaibidhah saat ini.
1. Sayyid Quthb Di Mata Syaikh Abdullah bin Hasan Al Qu’ud Hafizhahullah
Tentang kitab Sayyid Quthb, Ma’alim fith Thariq (Petunjuk Jalan), berkatalah Syaikh Abdullah bin Hasan Al Qu’ud –anggota Hai’ah Kibaril Ulama kerajaan Saudi Arabia- dalam kitabnya, Majmu’ Ar Rasail wa Maqalat, beliau menasihati Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali yang berkali-kali mencela Syaikh Sayyid Quthb:
نقل لي غير واحد قولك في اجتماع أخيار نحسبهم كذلك قولك في كتاب: "معالم في الطريق": هذا كتاب ملعون.
سبحان الله!! كتاب أخذ صاحبه ثمنه قتلاً نحسبه في سبيل الله بدافع من الروس الشيوعيين لجمال كما يعرف ذلك المعاصرون للقضية، وقامت بتوزيع هذا الكتاب جهات عديدة في المملكة، وخلال سنوات عديدة، وأهل هذه الجهات أهل علم ودعوة إلى الله، وكثير منهم مشايخ لمشايخك، وما سمعنا حوله منهم ما يستوجب ما قلت، لكنك – والله أعلم- لم تمعن النظر فيه قبل أن تغضب، وخاصة الموضوعات: جيل قرآني فريد، الجهاد، لا إله إلا الله منهج حياة، جنسية المسلم عقيدته، استعلاء الإيمان، هذا هو الطريق.. وغيرها مما تلتقي معانيه في الجملة مع ما تدين الله به، فكيف بك إذا وقفت بين يدي الله وحاجك هذا الشخص الذي وصفته الإذاعة السعودية خلال سنوات متوالية بشهيد الإسلام
“Telah berkata kepadaku lebih dari satu orang tentang ucapanmu dalam sebuah perkumpulan baik-baik – saya berharap memang demikian-, ucapanmu bahwa kitab Ma’alim fith Thariq adalah kitab terlaknat. Subhanallah! Kitab yang telah dibayar mahal oleh penulisnya dengan mati di jalan Allah karena menentang penguasa komunis Mesir Jamal Abdun Nashir, sebagaimana diketahui oleh orang-orang pada masa itu. Padahal buku tersebut telah disebarkan oleh banyak pihak dikerajaan Saudi sejak bertahun-tahun lamanya, dan mereka adalah para ahli ilmu dan para da’i ilallah, dan banyak di antara mereka adalah syaikh dari syaikh-syaikhmu sendiri. Dan tidak satu pun di antara mereka mengatakan seperti yang engkau katakan. Tetapi engkau ini – wallahu a’lam- tidak mau memahami lebih mendalam apa yang engkau bicarakan sebelum marah, khususnya pada tema-tema kitab itu seperti: Jil Qur’ani farid (Generasi Qurani Yang Istimewa), Al Jihad, Laa Ilaha Illallah Manhajul Hayah (Laa Ilaaha Illallah sebagai Konsep Hidup), Jinsiyyatul Muslim wa ‘Aqidatuhu (Identitas seorang Muslim dan Aqidahnya), Isti’la Al Iman (Ketinggian Iman), Hadza Huwa Thariq (Inilah Jalan Itu) ... dan tema lain, dimana secara global adalah bermakna nilai keberagamaanmu kepada Allah. Bagaimana denganmu nanti jika di hadapan Allah, jika orang ini mendebatmu? Padahal orang ini telah bertahun-tahun lamanya oleh media massa Saudi sebagai syahidul Islam?” (sumber: http://www.islamgold.com/view.php?gid=7&rid=156)
2. Sayyid Quthb Di Mata Mufti Saudi Arabia, Syaikh Abdul Aziz Alu Asy Syaikh Hafizhahullah
Komentar Syaikh Abdul Aziz Alu Asy Syaikh tentang Fi Zhilalil Quran dan Sayyid Quthb:
فتوى سماحة الشيخ عبدالعزيز آل الشيخ مفتي المملكة العربية السعودية عن سيد قطب رحمه الله وكتابه في ظلال القرآن .. تاريخ الفتوى 2-8-2005السائل: أحسن الله إليكم يقول سماحة الشيخ مالفرق بين أحدية الوجود في تفسير الظلال وفكرة وحدة الوجود الضالة ؟
المفتي : كيف ؟ كيف ؟ مالفرق بين ؟
السائل : مالفرق بين أحدية الوجود في تفسير الظلال وفكرة وحدة الوجود الضالة ؟
المفتي : يا إخواني تفسير سيد قطب في ظلال القرآن هو كتاب ليس تفسير لكنه قال تحت ظلال القرآن يعني كأنه يقول للمسلمين هذا القرآن نظام الأمة تعيش في ظلاله و استقوا من آدابه و انهلوا من معينه الصافي وأقبلوا بقلوبكم على القرآن لتجدوا فيه علاج لمشاكلكم و حل قضاياكم وتفريج همومكم إلى آخره
والكتاب له أسلوب عال في السياق أسلوب عال ، هذا الأسلوب الذي كتب به السيد كتابه قد يظن بعض الناس بادئ بدء من بعض العبارات أن فيها شركا أو أن فيها قدحا في الأنبياء أو أن وأن .. ، ولو أعاد النظر في العبارة لوجدها أسلوبا أدبيا راقيا عاليا لكن لا يفهم هذا الأسلوب إلا من تمرس في قراءة كتابه ، والكتاب [كلمة غير واضحة] لايخلو من ملاحظات كغيره لا يخلو من ملاحظات و لا يخلو من أخطاء لكن في الجملة أن الكاتب كتبه منطلق غيرة وحمية للإسلام ، والرجل هو صاحب تربية وعلوم ثقافية عامة وماحصل منه من هذا التفسير يعتبر شيئا كثير [الجملةالسابقة غير واضحة] فيؤخذ منه بعض المقاطع النافعة والمواقف الجيدة والأشياء التي أخطأ فيها يعلى [غير واضحة] عذره قلة العلم وأنه ليس من أهل التفسير لكنه صاحب ثقافة عامة وعباراته أحيانا يفهم منها البعض خطأ لأن أسلوبه فوق أسلوب من يقرأه ، فلو أعاد النظر مرارا لم يجد هذه الاحتمالات الموجود وإنما هو أسلوب من الأساليب العالية التي يتقاصر عنه فهم بعض الناس فربما أساء الظن ، والمسلم لا ينبغي [كلمة غير واضحة] على وجود المعايب ، فليأخذ الحق ممن جاء به ، ويعلم أن البشر جميعا محل التقصير والخطأ ، [كلمة غير واضحة] والعصمة لكتاب الله و لقول محمد صلى الله عليه وسلم ، ماسوى الكتاب والسنة فالخطأ محتمل فيه لاسيما من إنسان عاش في مجتمعات لها مالها وسافر للغرب سنين وإلى آخره ، لكن كفانا منه ماوجد في هذا السفر من بعض المقاطع والكلمات النافعة التي لو قرأها الإنسان مرارا لرأى فيها خيرا كثير .المحاضرة كاملة من موقع الدعوة الخيرية - كتاب التوحيد-الدرس السادس
“Wahai saudara-saudaraku, tafsir Sayyid Quthb – Fi Zhilal al-Quran- ialah sebuah kitab, ia bukannya tafsir (yang sebenarnya). Sayyid Quthb menamakannya sebagai (تحت ظلال القرآن) “dibawah lembayung Al Quran” yakni seolah-olah dikatakan kepada semua muslimin, Al-Quran ini ialah peraturan untuk ummah yang mana mereka hidup di bawah naungannya.
Mereka meminum dari sasteranya sesuatu yang jernih bersih dan mereka mengambil Al-Quran dengan hati mereka, pasti mereka mendapati padanya ada penyembuh kepada masaalah-masalah, penyelesaian kepada tuntutan-tuntutan, dan pemusnah keluh kesah mereka hinggalah ke akhirnya.
Kitab (Fi Zhiilal al-Quran) itu memiliki uslub (metode bahasa) yang tinggi. Uslub yang ditulis oleh Sayyid Quthb menyebabkan sebahagian orang menyangka pada permulaan kalimat-kalimatnya adanya kesyirikan, adanya celaan kepada para anbiya’ dan sebagainya… Kalaulah diulangi meneliti kalimat-kalimatnya pasti akan didapati uslubnya adalah uslub sastra yang tinggi. Akan tetapi uslub ini tidak difahami melainkan bagi orang-orang yang mendalami membaca kitabnya. Kitab (Fi Zhilal Al-Quran itu) – [Rakaman tidak jelas] - tidak sunyi dari perkara-perkara yang memerlukan kajian dan pelurusan, sama seperti kitab-kitab yang lain yang juga tidak sunyi dari perkara-perkara yang memerlukan kajian dan pembetulan demikian juga kesalahan. Akan tetapi secara keseluruhannya bahawasanya penulis (Sayyid Quthb) telah menulisnya (Fi Zhilal al-Quran) dalam keadaan rasa ghirah (cemburu) dan cinta terhadap agama Islam. Disamping itu Penulis (Sayyid Quthb) itu, dia seorang pendidik dan peradaban umum. Maka apa yang terhasil darinya dalam tafsir ini (Fi Zhilal Al-Quran) perumpamaan-perumpamaan yang banyak – [Rakaman tidak jelas]. Maka diambil darinya (Sayyid Quthb dan kitabnya) potongan-potongan yang bermanfaat dan titik-titik yang baik, adapun kesalahan dan kekeliruan yang ada padanya – [Rekaman tidak jelas]- dimaafkan disebabkan kekurangan ilmu, memandangkan beliau bukanlah seorang ahli tafsir, sebaliknya beliau adalah seorang ahli dalam peradaban umum, maka perumpamaan-perumpamaan yang dibuatnya kadang-kala difahami daripadanya sebahagian manusia sebagai satu kesalahan, karena uslub (metode) perumpamaannya tinggi daripada uslub orang yang membacanya. Seandainya diulang-ulang perhatian terhadapnya, tidak didapati padanya (Fi Zhilal Al Quran) sangkaan-sangkaan (buruk) yang ada, sebaliknya itu adalah uslub dari uslub-uslub yang tinggi yang dapat mengurangkan (menyukarkan) pemahaman sebagian manusia terhadapnya, barangkali juga (salah faham itu terjadi) disebabkan buruk sangka. Maka seorang muslim tidak sepatutnya – {Rekaman tidak jelas]- atas adanya berbagai aib. Maka ambillah kebenaran dari siapa saja yang mendatangkannya. Sepatutnya seseorang mengetahui bahawasanya setiap manusia (Basyar) semua mereka adanya kekurangan dan kesalahan – [Rekaman tidak jelas]- Adapun kemaksuman itu (al ‘Ishmah) hanyalah untuk kitab Allah dan perkataan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Apa pun selain kitab Allah dan As Sunnah, maka kesalahan pasti terjadi padanya, terutama kesalahan manusia yang telah hidup dalam masyarakat, melihat apa yang telah terjadi, dan telah bermusafir ke Barat beberapa tahun. Cukuplah kepada kita darinya (Sayyid Quthb) apa yang telah dia dapatkan dalam perjalanannya, sebahagian darinya penggalan kalimat yang bermanfaat (ada di dalam kitab Fi Zhilal) kalau seseorang manusia membacanya berulang kali, pasti dia akan melihat di dalamnya (Fi Zhilal Al Quran) kebaikan yang banyak.” (sumber: http://www.islamgold.com/view.php?gid=7&rid=155)
Komentar ini ternyata tidak diterima oleh sebagian orang yang memang sangat benci terhadap Sayyid Quthb. Maka, Syaikh Abdul Aziz Alu Asy Syaikh akhirnya ditanya lagi:
السائل : أحسن الله إليكم هذا يعقب على كلامكم قبل قليل عن تفسير سيد قطب وهل معناه الدعوة إلى قراءته من قبل المبتدئين في طلب العلم ؟
المفتي : والله أنا أقول طالب العلم إن قرأ به يستفيد ، الطالب بيميز [غير واضح] ، طالب العلم إذا قرأ في بعض المواضع حقيقة بعض المواضع فيها كتابا جيدا ، [غير واضح] الأخطاء ماأقول مايسلم من الخطأ ، لكن ينبغي الإنصاف والاعتدال وأن لا نحمل ألفاظه فوق مايحتمله ، مانحمل الألفاظ فوق ماتحتمله ، ولانسيئ الظن .
والرجل له جهاد تعلمون أنه استشهد أو قتل شهيدا رحمه الله ، وله كتب كان فيها أخطاء فتراجع عنها ، لأن القرآن ربما كتابة تفسير القرآن عدلت منهجه السابق ، والقرآن لاشك أن من اعتنى به وأكثر من قراءته ينقله من حال إلى حال
السائل : نعم
Penanya: “Semoga Allah memberikan kebaikan kepada Anda, komentar Anda terhadap Sayyid Quthb sebelumnya telah dikomentari. Apakah maknanya Anda menyeru kepada penuntut ilmu pemula agar membaca kitab Sayyid Quthb?
Mufti menjawab: Demi Allah, aku katakana bahwa jika seorang penuntut ilmu membacanya maka dia akan mendapatkan manfaatnya. Seorang penuntut ilmu dengan kemampuan membedakan (rekaman tidak jelas), penuntut ilmu jika ia membaca sebagian temanya yang hakiki yang terdapat di dalamnya sebagai kitab yang baik, (rekaman tidak jelas) kesalahan seperti yang aku katakan tidaklah ada yang selamat dari kesalahan. Tetapi hendaknya bersikap objektif dan adil, dan tidak menafsirkan perkataan di luar maksudnya. Kita tidaklah menafsirkan kata-kata di luar maksudnya, dan janganlah kita berburuk sangka.
Dia adalah seorang laki-laki berjihad yang kalian ketahui dan dia telah mendapatkan kesyahidan atau dibunuh menjadi syahid –rahimahullah. Dia telah menyusun buku-buku yang memiliki kesalahan yang dia telah rujuk darinya (sudah direvisi, pen). Al Quran dan juga barang kali tulisan tafsir Al Quran memiliki manhajnya yang adil, Al Quran –tidak ragu lagi- bagi orang yang benar-benar memperhatikan dan banyak pengkajian, maka dia bisa memiliki perubahan pandangan dari satu keadaan ke keadaan lain.
لهذه الأسباب مجتمعة فكرنا في خطة ووسيلة ترد الاعتداء .. والذي قلته لهم ليفكروا في الخطة والوسيلة باعتبار أنهم هم الذين سيقومون بها بما في أيديهم من إمكانيات لا أملك أنا معرفتها بالضبط ولا تحديدها........ .. وهذه الأعمال هي الرد فور وقوع اعتقالات لأعضاء التنظيم بإزالة رؤوس في مقدمتها رئيس الجمهورية ورئيس الوزارة ومدير مكتب المشير ومدير المخابرات ومدير البوليس الحربي، ثم نسف لبعض المنشآت التي تشل حركة مواصلات القاهرة لضمان عدم تتبع بقية الإخوان فيها وفي خارجها كمحطة الكهرباء والكباري،
"Menimbang berbagai faktor ini secara komprehensif, saya memikirkan suatu rencana dan cara untuk membalas perbuatan musuh. Aku pernah katakan kepada mereka: hendaknya mereka memikirkan suatu rencana dan cara, dengan mempertimbangkan bahwa mereka pulalah yang akan menjadi eksekutornya. Tentunya cara itu disesuaikan dengan potensi yang mereka miliki. Saya tidak tahu dengan pasti cara apa yang tepat bagi mereka dan saya juga tidak bisa menentukannya ...... Tindakan kita ini sebagai balasan atas penyandraan beberapa anggota tanzim. Kita membalas dengan menyingkirkan pimpinan-pimpinan mereka, terutama presiden, perdana mentri, ketua dewan pertimbangan agung, kepala intelijen, kepala kepolisian. Balasan juga dapat dilanjutkan dengan mengebom berbagarai infrastruktur yang dapat melumpuhkan transportasi kota Kaero. Semua itu bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada anggota Ikhwanul Muslimin di dalam dan luar kota Kaero. Serangan juga dapat diarahkan ke pusat pembangkit listrik dan jembatan layang." (Limaza A'adamuuni oleh Sayyid Qutub hal: 55) Pemaparan singkat ini menyingkap dengan jelas akar dan sumber pemikiran ekstrim yang melekat pada jiwa sebagian umat Islam di zaman ini. Hanya saja, perlu diketahui bahwa menurut beberapa pengamat gerakan ikhwanul muslimin, menyatakan bahwa dalam upaya merealisasikan impian besarnya, mereka terpecah ke dalam tiga aliran:
1. Aliran Hasan Al Banna. Dalam mengembangkan jaringannya, Hasan Al Banna lebih mementingkan terbentuknya suatu jaringan sebesar-besarnya, tanpa perduli dengan perbedaan yang ada di antara mereka. Kelompok ini senantiasa mendengungkan slogan: نجتمع على ما اتفقنا عليه ويعذر بعضنا بعضا فيما اختلفنا فيه "kita bersatu dalam hal yang sama, dan saling toleransi dalam setiap perbedaan antara kita. Tidak mengherankan bila para penganut ini siap untuk bekerja sama dengan siapa saja, bahkan dengan non muslim sekalipun, demi mewujudkan tujuannya. Prinsip-prinsip agama bagi mereka sering kali hanya sebatas pelaris dan pelicin agar gerakannya di terima oleh masyarakat luas. Tidak heran bila corak politis nampak kental ketimbang agamis pada kelompok penganut aliran ini. Karenanya, dalam perkumpulan dan pengajian mereka, permasalahan politik, strategi pergerakan dan tanzim sering menjadi tema utama pembahasannya.
2. Aliran Sayyid Qutub. Bersama bergabungnya Sayyid Qutub ke dalam barisan Ikhwanul Muslimin, terbentuklah aliran baru yang ekstrim pada tubuh ikhwanul muslimin. Permikiran dan corak pergerakannya yang lebih mendahulukan konfrontasi, ia menjadikan pergerakan ikhwanul muslimin terbelah menjadi dua aliran. Melalui berbagai tulisannya Sayid Qutub menumpahkan idiologi ekstrimnya. Tanpa segan-segan ia mengkafirkan seluruh pemerintahan umat Islam yang ada, dan bahkan seluruh lapisan masyarakat yang tidak sejalan dengannya. Karenanya ia menjuluki masjid-masjid umat Islam di selruh penjuru dunia sebagai "tempat peribadatan jahiliyyah". Dan selanjutnya, tatkala pergerakannya mendapatkan reaksi keras dari penguasa Mesir di bawah pimpinan Jamal Abdun Nasir, iapun menyeru pengikutnya untuk mengadakan perlawanan dan pembalasan, sebagaimana diutarakan di atas.
3. Aliran Muhammad Surur Zaenal Abidin. Setelah pergerakan Ikhwanul Muslimin mengalami banyak tekanan di negri mereka, yaitu Mesir, Suria, dan beberapa negeri arab lainnya, maka merekapun berusaha menyelamatkan diri. Negara yang paling kondusif kala itu untuk menyelamatkan diri dan menyambung hidup ialah Kerajaan Saudi Arabia.
Mereka meminum dari sasteranya sesuatu yang jernih bersih dan mereka mengambil Al-Quran dengan hati mereka, pasti mereka mendapati padanya ada penyembuh kepada masaalah-masalah, penyelesaian kepada tuntutan-tuntutan, dan pemusnah keluh kesah mereka hinggalah ke akhirnya.
Kitab (Fi Zhiilal al-Quran) itu memiliki uslub (metode bahasa) yang tinggi. Uslub yang ditulis oleh Sayyid Quthb menyebabkan sebahagian orang menyangka pada permulaan kalimat-kalimatnya adanya kesyirikan, adanya celaan kepada para anbiya’ dan sebagainya… Kalaulah diulangi meneliti kalimat-kalimatnya pasti akan didapati uslubnya adalah uslub sastra yang tinggi. Akan tetapi uslub ini tidak difahami melainkan bagi orang-orang yang mendalami membaca kitabnya. Kitab (Fi Zhilal Al-Quran itu) – [Rakaman tidak jelas] - tidak sunyi dari perkara-perkara yang memerlukan kajian dan pelurusan, sama seperti kitab-kitab yang lain yang juga tidak sunyi dari perkara-perkara yang memerlukan kajian dan pembetulan demikian juga kesalahan. Akan tetapi secara keseluruhannya bahawasanya penulis (Sayyid Quthb) telah menulisnya (Fi Zhilal al-Quran) dalam keadaan rasa ghirah (cemburu) dan cinta terhadap agama Islam. Disamping itu Penulis (Sayyid Quthb) itu, dia seorang pendidik dan peradaban umum. Maka apa yang terhasil darinya dalam tafsir ini (Fi Zhilal Al-Quran) perumpamaan-perumpamaan yang banyak – [Rakaman tidak jelas]. Maka diambil darinya (Sayyid Quthb dan kitabnya) potongan-potongan yang bermanfaat dan titik-titik yang baik, adapun kesalahan dan kekeliruan yang ada padanya – [Rekaman tidak jelas]- dimaafkan disebabkan kekurangan ilmu, memandangkan beliau bukanlah seorang ahli tafsir, sebaliknya beliau adalah seorang ahli dalam peradaban umum, maka perumpamaan-perumpamaan yang dibuatnya kadang-kala difahami daripadanya sebahagian manusia sebagai satu kesalahan, karena uslub (metode) perumpamaannya tinggi daripada uslub orang yang membacanya. Seandainya diulang-ulang perhatian terhadapnya, tidak didapati padanya (Fi Zhilal Al Quran) sangkaan-sangkaan (buruk) yang ada, sebaliknya itu adalah uslub dari uslub-uslub yang tinggi yang dapat mengurangkan (menyukarkan) pemahaman sebagian manusia terhadapnya, barangkali juga (salah faham itu terjadi) disebabkan buruk sangka. Maka seorang muslim tidak sepatutnya – {Rekaman tidak jelas]- atas adanya berbagai aib. Maka ambillah kebenaran dari siapa saja yang mendatangkannya. Sepatutnya seseorang mengetahui bahawasanya setiap manusia (Basyar) semua mereka adanya kekurangan dan kesalahan – [Rekaman tidak jelas]- Adapun kemaksuman itu (al ‘Ishmah) hanyalah untuk kitab Allah dan perkataan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Apa pun selain kitab Allah dan As Sunnah, maka kesalahan pasti terjadi padanya, terutama kesalahan manusia yang telah hidup dalam masyarakat, melihat apa yang telah terjadi, dan telah bermusafir ke Barat beberapa tahun. Cukuplah kepada kita darinya (Sayyid Quthb) apa yang telah dia dapatkan dalam perjalanannya, sebahagian darinya penggalan kalimat yang bermanfaat (ada di dalam kitab Fi Zhilal) kalau seseorang manusia membacanya berulang kali, pasti dia akan melihat di dalamnya (Fi Zhilal Al Quran) kebaikan yang banyak.” (sumber: http://www.islamgold.com/view.php?gid=7&rid=155)
Komentar ini ternyata tidak diterima oleh sebagian orang yang memang sangat benci terhadap Sayyid Quthb. Maka, Syaikh Abdul Aziz Alu Asy Syaikh akhirnya ditanya lagi:
السائل : أحسن الله إليكم هذا يعقب على كلامكم قبل قليل عن تفسير سيد قطب وهل معناه الدعوة إلى قراءته من قبل المبتدئين في طلب العلم ؟
المفتي : والله أنا أقول طالب العلم إن قرأ به يستفيد ، الطالب بيميز [غير واضح] ، طالب العلم إذا قرأ في بعض المواضع حقيقة بعض المواضع فيها كتابا جيدا ، [غير واضح] الأخطاء ماأقول مايسلم من الخطأ ، لكن ينبغي الإنصاف والاعتدال وأن لا نحمل ألفاظه فوق مايحتمله ، مانحمل الألفاظ فوق ماتحتمله ، ولانسيئ الظن .
والرجل له جهاد تعلمون أنه استشهد أو قتل شهيدا رحمه الله ، وله كتب كان فيها أخطاء فتراجع عنها ، لأن القرآن ربما كتابة تفسير القرآن عدلت منهجه السابق ، والقرآن لاشك أن من اعتنى به وأكثر من قراءته ينقله من حال إلى حال
السائل : نعم
Penanya: “Semoga Allah memberikan kebaikan kepada Anda, komentar Anda terhadap Sayyid Quthb sebelumnya telah dikomentari. Apakah maknanya Anda menyeru kepada penuntut ilmu pemula agar membaca kitab Sayyid Quthb?
Mufti menjawab: Demi Allah, aku katakana bahwa jika seorang penuntut ilmu membacanya maka dia akan mendapatkan manfaatnya. Seorang penuntut ilmu dengan kemampuan membedakan (rekaman tidak jelas), penuntut ilmu jika ia membaca sebagian temanya yang hakiki yang terdapat di dalamnya sebagai kitab yang baik, (rekaman tidak jelas) kesalahan seperti yang aku katakan tidaklah ada yang selamat dari kesalahan. Tetapi hendaknya bersikap objektif dan adil, dan tidak menafsirkan perkataan di luar maksudnya. Kita tidaklah menafsirkan kata-kata di luar maksudnya, dan janganlah kita berburuk sangka.
Dia adalah seorang laki-laki berjihad yang kalian ketahui dan dia telah mendapatkan kesyahidan atau dibunuh menjadi syahid –rahimahullah. Dia telah menyusun buku-buku yang memiliki kesalahan yang dia telah rujuk darinya (sudah direvisi, pen). Al Quran dan juga barang kali tulisan tafsir Al Quran memiliki manhajnya yang adil, Al Quran –tidak ragu lagi- bagi orang yang benar-benar memperhatikan dan banyak pengkajian, maka dia bisa memiliki perubahan pandangan dari satu keadaan ke keadaan lain.
Sayyid Quthb, Bapak Terorisme Kontemporer?
hasanalbanna.com
“Sayyid Quthb, sebuah nama legendaris di kalangan aktivis pergerakan Islam. Namanya dipuji kaum pergerakan Islam di seluruh dunia, dari yang moderat seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir, PKS, dan kelompok-kelompok Islam lainnya di Indonesia, sampai kalangan gerakan Islam radikal, seperti Al Jihad, Jamaah Islamiyah (Mesir), serta Al Qaidah, dan kelompok-kelompok lokal yang berafiliasi dengannya.
Sebaliknya, oleh kalangan penguasa sekuler, media massa, dan peneliti Barat, Sayyid Quthb mendapat stempel buruk. Ia dijuluki sebagai ‘Ideolog Gerakan Radikal Islam’, ‘Bapak Islam Fundamentalis’, bahkan ‘Guru Para Teroris’. Sebutan itu dilekatkan kuat pada Sayyid karena tokoh-tokoh radikal Islam menjadikan tulisan-tulisan Sayyid sebagai inspirasi gerakan mereka, yang umumnya memilih jalur kekerasan bersenjata.”
Demikian paragraf awal pengantar penerbit Khatulistiwa Press dalam buku “Benarkah Ia Guru Para Teroris?” yang diterbitkan pada bulan Januari 2012 lalu. Buku dengan judul asli Sayyid Quthb Dhiddal ‘Anf (Sayyid Quthb versus Kekerasan) ini merupakan karya Dr. Munir Muhammad Al Ghadban. Beliau adalah seorang penulis dan peneliti Islam yang berasal dari Suriah. Salah satu karyanya yang banyak beredar di Indonesia adalah Manhaj Haraki.
Dengan berbekal berbagai karya tulis Sayyid Quthb dan beberapa buku sekunder tentang Sayyid, Dr Munir Muhammad Al Ghadban meneliti pemikiran Sayyid terhadap kekerasan dalam mencapai tujuan dakwahnya. Dan berdasarkan penelitiannya tersebut, ia berkesimpulan bahwa Sayyid bukanlah seorang penganjur kekerasan dan terorisme seperti yang banyak dilakukan para pengagum Sayyid Quthb dewasa ini.
Buku ini diberi pengantar oleh Dr. Muhammad ‘Imarah yang menjelaskan perjalanan hidup Sayyid Quthb sejak kecil hingga dihukum mati di tiang gantungan secara ringkas. Ia menyebutkan perubahan paradigma pemikiran Sayyid Quthb di sepuluh tahun terakhir kehidupannya di penjara militer yang teramat berat. Ia, Sayyid, menuduh semua jamaah Islam sebagai jahiliyah dan kafir. Bahkan ia juga menuduh umat Islam telah murtad dan Islam telah terputus sejak beberapa abad lalu. Dalam Ma’alim fith Thariq, ia berkata, “Sesungguhnya keberadaan umat Islam telah terputus sejak beberapa abad yang lalu. Dan yang diperlukan sekarang adalah menjadikan mereka sebagai Muslim yang baru.” Bagian inilah yang nanti juga akan dibahas oleh Dr. Munir Muhammad Al Ghadban saat mengurai pemikiran Sayyid Quthb, dan kesimpulannya adalah bahwa pemikiran Sayyid tentang ini adalah “ijtihad yang keliru” atau “desahan yang tertahan dari orang yang dizhalimi”. Dr. Muhammad ‘Imarah memilih untuk menakwil ungkapan ini dalam koridor “penjelasan tambahan” yang ditulis Sayyid dalam pledoinya.
Para pengagumnya yang menelan pendapat ini mentah-mentah dengan serta-merta mengangkat pedang untuk terjun di tengah debu “anarkisme brutal” yang akan menghancurkan satu generasi pemuda Islam. Mereka adalah orang yang memiliki pemahaman yang salah mengenai maksud dari ungkapan itu. Dengan pemahaman yang salah tersebut, mereka mendeklarasikan perang terhadap “negara yang dipimpin dengan hukum kufar.”
Menurut Dr. Muhammad ‘Imarah, mereka telah menempuh jalan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Sayyid Quthb, dan Sayyid tidak bertanggungjawab atas perbuatan mereka. Mereka berpedoman dengan fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika menghadapi pasukan Tartar. Namun, setelah berjalan sekitar 20 tahun sejak tragedi “anarkisme buta”, mereka mulai mengevaluasi pemikirannya dan menyadari kekeliruannya dalam berpedoman pada fatwa Ibnu Taimiyah tersebut yang tidak seharusnya digunakan dalam menghadapi segala bentuk permasalahan.
Berdasarkan penelitiannya, Dr. Munir Muhammad Al Ghadban mengambil kesimpulan bahwa Sayyid Quthb bukanlah penganjur kekerasan, bahkan ia adalah penganjur perdamaian, dan anti pertumpahan darah. Berikut ini beberapa poin dari penelitian beliau tentang pemikiran Sayyid Quthb.
Sayyid Berjihad dengan Pena dan Kata-kata, Bukan Pedang dan Senjata
“Pada tahun 1951, aku terlibat perseteruan hebat dengan kondisi pemerintahan yang ada—yaitu pemerintahan feodalisme dan kapitalisme— melalui pena, ceramah, dan berbagai pertemuan. Mengenai masalah ini, aku menerbitkan dua buah buku— di samping juga menerbitkan ratusan makalah di berbagai surat kabar, antara lain: Al Hizbul Wathani Al Jadid (Partai Nasional Baru), Al Hizbul Isytiraki (Partai Sosialis), majalah Ad Da’wah yang diterbitkan oleh Ustadz Shalih Al ‘Isymawi, majalah Ar Risalah, dan berbagai majalah yang mau menerima dan mempublikasikan tulisanku. Ketika itu, aku tidak bergabung dengan satu partai apa pun. Keadaan seperti ini berjalan sampai terjadi revolusi 23 Juli 1952,” tulis Sayyid dalam Limadza A’damuni.
Dalam Dirasat Islamiyah, pada bab Kekuatan Kata-kata, Sayyid menulis,
“Di beberapa saat, yaitu saat-saat perjuangan yang pahit yang dilakukan ummat di masa yang lalu, saya didatangi oleh gagasan keputusasaan, yang terbentang di depan mata saya dengan jelas sekali. Di saat-saat seperti ini saya bertanya kepada diri saya: Apa gunanya menulis? Apakah nilainya makalah-makalah yang memenuhi halaman koran-koran? Apakah tidak lebih baik dan pada semuanya ini kalau kita mempunyai sebuah pistol dan beberapa peluru, setelah itu kita berjalan ke luar dan menyelesaikan persoalan kita dengan kepala-kepala yang berbuat sewenang-wenang dan melampaui batas? Apa gunanya kita duduk di meja tulis, lalu mengeluarkan semua kemarahan kita dengan kata-kata, dan membuang-buang seluruh tenaga kita untuk sesuatu yang tidak akan sampai kepada kepala-kepala yang harus dihancurkan itu?
Saya tidak menyangkal bahwa detik-detik seperti ini menjadikan saya amat menderita. Ia memenuhi diriku dengan kegelapan dan keputusasaan. Saya merasa malu kepada diri saya sendiri, sebagaimana malunya seorang yang lemah tidak dapat berbuat sesuatu yang berguna.
Tetapi untunglah saat-saat seperti itu tidak berlangsung lama. Saya kembali mempunyai harapan dalam kekuatan kata-kata. Saya bertemu dengan beberapa orang yang membaca beberapa makalah yang saya tulis, atau saya menerima surat dan sebagian mereka. Lalu kepercayaan saya akan gunanya media seperti ini kembali lagi. Saya merasa bahwa mereka mempercayakan sesuatu kepada saya: sesuatu yang tidak begitu berbentuk yang terdapat dalam diri mereka. Tetapi mereka menunggu-nunggunya, bersiap-siap untuknya dan percaya kepadanya.
Saya merasa bahwa tulisan-tulisan para pejuang yang bebas, tidak semuanya hilang begitu saja, karena ia dapat membangunkan orang-orang yang tidur, membangkitkan semangat orang-orang yang tidak bergerak, dan menciptakan suatu arus kerakyatan yang mengarah kepada suatu tujuan tertentu, kendatipun belum mengkristal lagi dan belum jelas lagi.”
Dalam hal ini, Sayyid Quthb memilih berjihad dengan pena dan kata-kata daripada dengan senjata api karena menurutnya ia dapat membangunkan orang-orang yang tidur, membangkitkan semangat orang-orang yang tidak bergerak, dan menciptakan suatu arus kerakyatan yang mengarah kepada suatu tujuan tertentu.
Pelopor Revolusi Mesir yang Anti Pertumpahan Darah
Seperti diketahui, bahwa Sayyid Quthb adalah pelopor Revolusi 23 Juli yang menggulingkan pemerintahan Raja Faruq yang diktator bersama para perwira militer di bawah pimpinan Jenderal Muhammad Najib, namun sebenarnya diotaki oleh Jamal Abdun Nashr. Buku Sayyid Quthb yg berjudul Al ‘Adalah Al Ijtima’iyah fil Islam dijadikan buku pegangan wawasan pemikiran para perwira militer tersebut. Mereka kemudian menjuluki Sayyid Quthb sebagai Mirabeau Revolusi Mesir, merujuk para Mirabeu, tokoh wartawan yang merupakan ideolog Revolusi Perancis. Pada saat itu, Sayyid Quthb sudah menjalin hubungan baik dengan Ikhwanul Muslimin, namun belum secara resmi bergabung dengan organisasi yang dipimpin oleh Hasan Al Hudhaibi itu.
Kala itu di mesir ada 3 kelompok yang menolak perubahan politik di Mesir dan menginginkan status quo, yakni penguasa diktator untuk mempertahankan kezhalimannya, penjajah pendukung rezim diktator, dan rezim yang tunduk pada negara penjajah. Sayyid memandang bahwa perubahan melalui kudeta ini perlu didukung karena bersih dari pertumpahan darah dan terhindar dari jatuhnya korban pihak sipil.
Dalam hal ini, Pemimpin Ikhwanul Muslimin juga mendukung revolusi yang bertujuan untuk menghilangkan kezhaliman dan menggantikannya dengan Islam. Mahmud Al Azib, seorang pemimpin Ikhwan di Port Said menceritakan, “Sesungguhnya pemimpin kami dan Ustadz Sayyid Quthb adalah orang yang menjaga revolusi sejak janin hingga lahir.”
“Beberapa hari sebelum revolusi meletus, kami menerima perintah dari Sayyid Quthb untuk menyiapkan diri. Ketika aku menerima perintah tersebut, tepatnya 19 Juni 1952, aku langsung datang ke Kairo dan menuju rumahnya. Di sana telah berkumpul beberapa pemimpin revoluasi, diantaranya adalah Jamal Abdun Nashr. Sayyid Quthb berkata agar aku dan pasukanku menyiapkan diri. Perintah tersebut juga berlaku untuk induk organisasi Ikhwanul Muslimin yang sipil. Selain itu, ia juga berpesan jika kami mendengar terjadinya revolusi, maka kami harus menjaga stabilitas keamanan di wilayah Port Said. Ia tidak lupa memperingatkan kami untuk menghindari pertumpahan darah,” tulis Dr Shalah Khalidi dalam Sayyid Quthb, Minal Milad ilal Istisyhad.
Lihatlah bagaimana Sayyid mewanti-wanti agar revolusi berjalan tanpa pertumpahan darah!
Setelah keberhasilan revolusi tak berdarah, Dewan Militer mengadakan perayaan penghormatan untuk Sayyid Quthb. Dalam sambutannya, Sayyid mengatakan, “Sesungguhnya masa revolusi baru saja dimulai. Kita tidak boleh merasa puas dan memujinya, karena revolusi belum menghasilkan sesuatu yang dapat dikenang. Turunnya raja bukanlah tujuan revolusi ini. Tujuannya adalah mengembalikan negara kepada Islam. Para masa kerajaan, aku telah menyiapkan diri untuk masuk penjara etiap saat. Pada saat inipun, diriku juga tidak aman dari ancaman penjara, dan aku juga menyiapkan diri untuk menerimanya. Bahkan peluang diriku dipenjara lebih besar dari sebelumnya.”
Jamal Abdun Nashr pun berdiri dan berkata lantang, “Kakakku Sayyid, demi Allah! Mereka tidak akan dapat menyakitimu sebelum mereka melangkahi mayat kami terlebih dulu. Kami berjanji padamu dengan nama Allah bahwa kami siap menjadi pelindungmu sampai mati!”
Pernyataan Jamal Abdun Nashr tersebut hanya dusta belaka, karena kita tahu kemudian Sayyid Quthb dihukum gantung sampai mati oleh Jamal Abdun Nashr!
Metode Pergerakan Islam
Saat berada di penjara, Sayyid melakukan perenungan atas berbagai peristiwa yang menimpanya dan menimpa Ikhwanul Muslimin. Sayyid mengalami perubahan paradigma berpikir. Di antaranya mengenai metode yang seharusnya digunakan oleh gerakan Islam dalam berjuang meninggikan kalimat Allah. Sayyid berpendapat bahwa gerakan Islam mendasar yang membuat mereka mudah sekali dihantam dan dihancurkan oleh musuh-musuhnya.
Menurutnya, kesalahan metode lama terletak pada dua hal. Pertama, berkecimpung secara aktif dalam politik praktis, serta mencurahkan tenaga hanya untuk memperbaiki cacat-cacat pemerintah.Kedua, gerakan Islam selama ini juga terlalu menyibukkan diri dengan menuntut pemerintah untuk menerapkan sistem pemerintahan syariat Islam. Padahal keadaan mayoritas masyarakat justru jauh dari pemahaman yang benar tentang akidah dan akhlak Islam.
Menurut Sayyid, metode gerakan Islam yang benar adalah dengan memulai gerakannya dari dasar, yang tercermin dalam dua agenda besar. Pertama, memberi pendidkan kepada masyarakat dan tidak berkecimpung di pemerintahan. Kedua, melindungi dakwah dan gerakan Islam dari kemusnahan. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan khusus kepada beberapa kelompok pemuda agar mampu melaksanakan tugas melindungi organisasi dengan baik.
Dalam hal ini Sayyid Quthb dan rekannya berharap membentuk sebuah gerakan Islam baru yang berdiri di atas konsep gerakan Islam terbaru berdasarkan perenungan Sayyid. Namun, gerakan itu tidak pernah disaksikan oleh Sayyid.
Sayyid Menolak Ide Pembunuhan Jamal Abdun Nashr
Ahmad Abdul Majid, salah satu dari lima komandan yang mengatur organisasi Ikhwanul Muslimin pernah berkata, “Kami pernah menawarkan ide untuk membunuh Jamal Abdun Nashr kepada Sayyid Quthb. Kami punya seorang anggota yang bekerja sebagai pengawal Jamal, sehingga mudah baginya untuk melaksanakan pembunuhan tersebut, ia berkali-kali menawarkan hal itu pada kami. Namun Sayyid menolaknya.
Ia menjawab, ‘Aku tidak ingin kalian menyibukkan diri dengan masalah ini. Meskipun tujuan kalian sebenarnya dalah untuk menguasai hukum pemerintahan dan menggantinya dengan penerapan hukum Syariat Islam. Bukan karena menganggap ini sebagai masalah politik atau bangsa, atau sekadar melakukan reformasi kecil-kecilan. Kita menginginkan Islam ada di jiwa dan hati masyarakat sebelum melakukan tindakan apapun. Kita tidak boleh membuang waktu untuk memikirkan cara penerapan hukum syariat Islam dengan cara kekerasan atau kekuatan bersenjata, sebelum dasar pondasi Islam itu bisa diterima dengan baik oleh seluruh elemen masyarakat. Dengan sendirinya, mereka akan memberlakukan pondasi itu dalam sistem perundang-undangan yang mereka miliki. Beginilah dahulu cara Rasulullah berdakwah bersama para shahabatnya, sehingga akhirnya pondasi tersebut bisa berkembang dan berubah menjadi pondasi yang kokoh dan kuat. Kemudian setelah itu, pndasi tersebut dibangun mejadi sistem perundang-undangan di kota Madinah. Sebenarnya mudah saja bagi Rasulullah untuk memerintahkan salah satu shahabatnya untuk membunuh Abu Jahal atau orang lain yang menghalang-halangi usaha dakwah beliau. Akan tetapi, beliau tidak mau melakukannya, meskipun mudah untuk direalisasikan karena para shahabat akan mematuhi perintahnya dengan segera. Namun, sekali lagi, beliau enggan melakukannya, karena hal tersebut bukanlah merupakan cara berdakwah yang benar.’” (Ahmad Abdul Hamid, Al Qishash Al Kamilah li Tanzhim)
Sayyid Quthb Anti Mengkafirkan Sesama Muslim
Sayyid Quthb dalam Limadza A’damuni, mengatakan, “Kami tidak pernah mengkafirkan orang lain. Bohong kalau dikatakan kami telah mengkafirkan sesama muslim. Yang kami katakan adalah, ‘Jika dilihat dari segi ketidaktahuan mereka tentang akidah Islam beserta tafsirannya yang benar, dan juga jauhnya mereka dari kehidupan Islami, maka dapat dikatakan bahwa mereka berada pada kondisi yang mirip dengan kondisi masyarakat Jahiliyah dahulu.’ Soal mendirikan pemerintahan Islam, itu bukanlah tujuan yang harus direalisasikan olehgerakan kami. Jauh lebih penting bagi kami untuk memprioritaskan menanamkan akidah dan pendidikan akhlak Islam, daripada menghukum orang lain dengan predikat kafir.”
Sayyid Quthb dan Penggunaan Senjata
Dalam Al Ikhwan Al Muslimun: Ahdats Shana’a At Tarikh, Ustadz Mahmud Abdul Halim menulis artikel tentang hubungan Sayyid Quthb dan Ikhwanul Muslimin. Disebutkan perjuangan Ikhwanul Muslimin yang telah mengobarkan perlawanan melawan militer Inggris di Terusan Suez pada akhir 1951. Inggris menghadapi perlawanan ini secara brutal dengan menghancurkan rumah-rumah dan membunuh banyak orang. Melihat banyaknya korban yang jatuh, sebagian pemuda Ikhwanul Muslminin berpendapat bahwa mereka harus melawan pasukan Inggris secara penuh dengan seluruh kekuatan yang dimiliki. Namun, sebagian lainnya berpendapat bahwa perlawanan harus dilakukan secara cermat dan penuh perhitungan, sambil menunggu waktu yang tepat untuk menyerang markas militer Inggris. Perbedaan pendapat ini membuatkeadaan semakin membingungkan, mereka menunggu pendapat pimpinan Ikhwanul Muslimin, Ustadz Hasan Al Hudhaibi.
Saat itulah Sayyid Quthb maju meminta keputusan Hasan Al Hudhaibi untuk menyelesaikan perbedaan pendapat. Sayyid mendukung perjuangan para pemuda Ikhwanul Muslimin, meskipun Sayyid bukan anggota Ikhwan saat itu. Ia menulis artikel berjudul “Pendapat Ikhwan dan Pendapat Islam” di koran Al Mashri.
“Pada saat ini, rakyat sangat membutuhkan perkataan yang tegas, jelas, dan resmi dari ikhwanul Muslimin, karena keadaaan sudah semakin mendesak. Saudara-saudara pergerakan Islam, termasuk aku di dalamnya merupakan orang yang paling antusias mendengarkan pernyataan ini terhadap berbagai persoalan yang dihadapi bangsa.”
“Sesungguhnya peran Islam dalam perjuangan rakyat selalu merupakan peran yang positif. Saat ini, rakyat berjuang untuk mencapai dua tujuan agung, yaitu bebas secara mutlak dari setiap penjajahan asing, dan tujuan untuk mencapai keadilan sosial yang bebas dari segala eksploitasi. Pendapat Islam mengenai hal ini telah jelas, lantas bagaimana pendapat Ikhwan?”
Al Hudhaibi menyambut baik teguran dari Sayyid, ia menjawab melalui koran yang sama dengan judul “Ikhwan Ikhwan” yang berisi penguatan semangat jihad para pemuda Ikhwan.
Selain itu, dalam konsep pemikiran gerakan Islam baru, Sayyid Quthb mengatakan perlunya melakukan upaya penjagaan gerakan Islam jika diserang secara konfrontatif oleh pihak luar.
“Dalam waktu yang sama, seiring dengan berjalannya agenda-agenda tarbiyah, harakah harus dilindungi dari berbagai serangan pihak luar—baik berupa penghancuran, pembekuan terhadap kegiatan-kegiatannya, penyiksaan terhadap anggota-anggotanya, dan pengusiran terhadap keluarga dan anak-anak mereka, yang dikendalikan oleh konspirasi-konspirasi dan skenario-skenario musuh. Sebagaimana hal itu pernah menimpa Ikhwanul Muslimin tahun 1948, tahun 1954, dan kemudian tahun 1957. Juga sebagaimana yang kami dengar dan kami baca mengenai apa yang menimpa jamaah-jamaah lainnya, seperti Jamaah Islamiyah Pakistan. Ia berjalan di atas jalan yang sama dan tumbuh dari skenario dan konspirasi internasional yang sama.
Penjagaan ini dapat dilakukan dengan membentuk regu-regu yang dilatih berkorban untuk menjadi tumbal setelah mendapatkan tarbiyah Islam. Mulai dari landasan aqidah sampai pada akhlak. Regu-regu ini bukan untuk memulai menyerang, bukan pula untuk menggulingkan pemerintahan, atau ikut serta dalam kegiatan-kegiatan politik lokal, tidak! Selama harakah dalam kondisi aman dan stabil dalam melaksanakan ta’lim, menanamkan pemahaman, tarbiyah. dan pengarahan. Selama dakwah tetap kuat dan tidak dihadang dengan kekuatan, tidak dihancurkan dengan kekerasan, dan tidak pula mendapat siksaan, pengusiran, dan pembantaian, maka regu-regu ini tidak boleh campur tangan dalam kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung. Akan tetapi, ia ikut campur tangan hanya ketika harakah, dakwah, dan jamaah diserang. Ketika itu. regu-regu ini harus melawan dengan cara menyerang pihak yang menyerang, sebatas agar harakah dapat terus berjalan. Sebab, keberhasilan dalam melaksanakan sistem Islam dan berhukum dengan syariat Islam itu bukanlah tujuan jangka pendek. Karena hal itu tidak dapat terealisir kecuali setelah memindahkan masyarakat itu sendiri, atau sejumlah orang yang mencukupi dari masyarakat itu yang memiliki nilai dan bobot dalam kehidupan umum. Kepada aqidah Islam yang benar kemudian kepada sistem Islam, dan kepada tarbiyah Islamiyah yang benar di atas akhlak Islam. Meskipun hal itu akan memakan waktu yang lama dan melalui tahapan-tahapan yang lambat.”
Dengan demikian, kita melihat ada dua kondisi dimana Sayyid Quthb mendukung kekerasan bersenjata, yakni dalam hal mengusir penjajah dan dalam hal mempertahankan kelangsungan dakwah yang diserang terlebih dahulu. Namun, jika gerakan Islam tidak diserang lebih dahulu, maka tidak diperbolehkan melakukan serangan terlebih dulu.
***
Dengan demikian, menurut Dr. Munir Muhammad Al Ghadban, Sayyid Quthb adalah orang yang anti kekerasan, bahkan ia adalah korban dari tindak kekerasan. Beliau tidak menafikkan bahwa sebagian ijtihad Sayyid Quthb dipengaruhi oleh sifat dan kondisi lingkungan yang terjadi di masanya. Namun, tidak menutup kemungkinan kalau beberapa ijtihadnya ternyata bertentangan dengan sifat dan kondisi tersebut.
“Harus aku katakan bahwa Islam itu lebih besar dari ini semua … Islam adalah aturan hidup yang sempurna. Islam itu tidak tegak kecuali dengan tarbiyah dan pembentukan individu. Kecuali dengan menegakkan syariat Allah di dalam kehidupan manusia setelah mereka di-tarbiyah secara Islami. Islam itu bukan sekadar pemikiran yang disebarluaskan tanpa dilaksanakan dalam realita yang nyata, yang pertama pada tarbiyah dan yang terakhir pada sistem kehidupan dan negara.”
“Sesungguhnya, Islam itu tidak akan tegak di sebuah negara yang di dalamnya tidak terdapat gerakan tarbiyah, yang pada akhirnya berwujud sebagai sistem Islam yang menjalankan hukum berdasarkan syariat Allah. Inilah kata-kata terakhir dari seseorang yang tengah menyongsong Wajah Allah dengan mengikhlaskan hati dan menyampaikan dakwahnya sampai akhir hayatnya,” tulis Sayyid dalam pesan terakhirnya, Limadza ‘Adamuni (Mengapa Aku Dihukum Mati?).
FITNAH KEJI TERHADAP Dr. Ayman al-Zawahiri.Seperti diketahui, Dr. Ayman Az Zawahiri adalah seorang dokter dan ahli bedah kelahiran Mesir. Selama ini ia dikenal sebagai orang terdekat Syaikh Usamah dan orang kedua di Al Qaeda setelah Syaikh Usamah.
Harian "Asharq Al-Ausat" edisi 8407 tanggal 4/12/2001 M – 19/9/1422 H menukilkan dari catatan harian Dr. Aiman Al Zawahiri, tangan kanan Usamah bin Ladin. Diantara catatan harian Dr Aiman Al Zawahiri yang dinukil oleh harian tersebut ialah: (أن سيّد قطب هو الذي وضع دستور التكفيرين الجهاديين) في كتابه الديناميت معالم على الطريق، وأن فكر سيّد هو (وحده) مصدر الأحياء الأصولي، وأن كتابه العدالة الاجتماعية في الإسلام يعد أهمّ إنتاج عقلي وفكري للتيارات الأصولية، وأن فكر سيّد كان شرارة البدء في إشعال الثورة (التي وصفها بالإسلامية) ضد (من سماهم) أعداء الإسلام في الداخل والخارج، والتي ما زالت فصولها الدامية تتجدد يوماً بعد يوم). "Sesungguhnya Sayyid Quthublah dalam kitabnya yang bak bom waktu "Ma'alim Fi At Thariq' meletakkan undang-undang pengkafiran dan jihad. Gagasan-gasan Sayyid Qutublah yang selama ini menjadi sumber bangkitnya pemikiran radikal. Sebagaima kitab beliau yang berjudul " Al 'Adalah Al Ijtima'iyah" merupakan hasil paling penting dari berbagai pola pikir dan idiologi radikal. Gagasan-gasan Sayyid Qutub merupakan percikan api pertama bagi berkobarnya perlawanan yang ia sebut sebagai perlawaban islam melawan musuh-musuhnya, baik di dalam atau di luar negri. Suatu perlawanan berdarah yang dari hari ke hari terus berkembang." Pengakuan Dr Aiman Al Zawahiri ini selaras dengan pernyataan Menteri Dalam Negri Saudi Arabia,
"
Sekedar membuktikan akan kebenaran dari pengakuan Dr Aiman Al Zawahiri
di atas, berikut saya nukilkan beberapa ucapan dua ucapan Sayyid:
Nukilan 1 :
نحن ندعو إلى استئناف حياة إسلامية في مجتمع إسلامي تحكمه العقيدة
الإسلامية والتصور الإسلامي كما تحكمه الشريعة الإسلامية والنظام الإسلامي.
ونحن نعلم أن الحياة الإسلامية على هذا النحو قد توقفت منذ فترة طويلة في
جميع لأنحاء الأرض، وإن وجود الإسلام ذاته من ثم قد توقف كذلك.
"Saya menyeru agar kita memulai kembali kehidupan yang islami di satu
tatanan masyarakat yang islami. Satu masyarakat yang tunduk kepada
akidah islam, dan tashawur (pola pikir) yang islami pula. Sebagaimana
masyarakat itu patuh kepada syari'at dan undang-undang yang Islami. Saya
menyadari sepenuhnya bahwa kehidupan semacam ini telah tiada sejak
jauh-jauh hari di seluruh belahan bumi. Bahkan agama islam sendiri juga
telah tiada sejak jauh-jauh hari pula." (Al 'Adalah Al Ijtima'iyah 182).
Nukilan 2 :
وحين نستعرض وجه الأرض كله اليوم على ضوء هذا التقرير الإلهي لمفهوم الدين
والإسلام، لا نرى لهذا الدين وجودا.
"Dan bila sekarang kita mengamati seluruh belahan bumi berdasarkan
penjelasan ilahi tentang pemahaman agama dan Islam ini, niscaya kita
tidak temukan eksistensi dari agama ini." (Al 'Adalah Al Ijtima'iyah
183).
Saudaraku! sebagai seorang muslim yang beriman, apa perasaan dan reaksi
anda setelah membaca ucapan ini?
Demikianlah, idiologi ekstrim yang diajarkan oleh Sayyid Quthub melalui
bukunya yang oleh Dr Aiman Al Zawahiri disebut sebagai "Dinamit".
Pengkafiran seluruh lapisan masyarakat yang tidak bergabung ke dalam
barisannya.
Mungkin karena belum merasa cukup dengan mengkafirkan masyarakat secara
umum, Sayyid Quthub dalam bukunya "Fi Zhilalil Qur'an" ketika
menafsirkan surat Yunus ayat 87, ia menyebut masjid-masjid yang ada di
masyarakat sebagai "tempat peribadahan Jahiliyah":
اعتزال معابد الجاهلية واتخاذ بيوت العصبة المسلمة مساجد. تحس فيها
بالانعزال عن المجتمع الجاهلي؛ وتزاول فيها عبادتها لربها على نهج صحيح؛
وتزاول بالعبادة ذاتها نوعاً من التنظيم في جو العبادة الطهور .
"Bila umat Islam ditindas di suatu negri, maka hendaknya mereka
meniggalkan tempat-tempat peribadahan jahiliyah. Dan menjadikan
rumah-rumah anggota kelompok yang tetap berpegang teguh dengan
keislamannya sebagai masjid. Di dalamnya mereka dapat menjauhkan diri
dari masyarakat jahiliyah. Padanya mereka juga menjalankan peribadahan
kepada Tuhan dengan cara-cara yang benar. Di waktu yang sama, dengan
mengamalkan ibadah tersebut, mereka berlatih menjalankan semacam tanzhim
dalam nuansa ibadah yang suci."
Anda bisa bayangkan! Para pemuda, yang biasanya memiliki idealisme
tinggi dan semangat besar, lalu mendapatkan doktrin semacam ini,
kira-kira apa yang akan ia lakukan? Benar-benar Sayyid Qutub menanamkan
idiologi teror pada akal pikiran para pengikutnya.
Dan sudah barang tentu, ia tidak berhenti pada penanaman idiologi
semata, iapun melanjutkan doktrin terornya dalam wujud yang lebih nyata.
Simaklah, bagaimana ia mencontohkan aplikasi nyata dari idiologi yang
ia ajarkan: Harian "Asharq Al-Ausat" edisi 8407 tanggal 4/12/2001 M – 19/9/1422 H menukilkan dari catatan harian Dr. Aiman Al Zawahiri, tangan kanan Usamah bin Ladin. Diantara catatan harian Dr Aiman Al Zawahiri yang dinukil oleh harian tersebut ialah: (أن سيّد قطب هو الذي وضع دستور التكفيرين الجهاديين) في كتابه الديناميت معالم على الطريق، وأن فكر سيّد هو (وحده) مصدر الأحياء الأصولي، وأن كتابه العدالة الاجتماعية في الإسلام يعد أهمّ إنتاج عقلي وفكري للتيارات الأصولية، وأن فكر سيّد كان شرارة البدء في إشعال الثورة (التي وصفها بالإسلامية) ضد (من سماهم) أعداء الإسلام في الداخل والخارج، والتي ما زالت فصولها الدامية تتجدد يوماً بعد يوم). "Sesungguhnya Sayyid Quthublah dalam kitabnya yang bak bom waktu "Ma'alim Fi At Thariq' meletakkan undang-undang pengkafiran dan jihad. Gagasan-gasan Sayyid Qutublah yang selama ini menjadi sumber bangkitnya pemikiran radikal. Sebagaima kitab beliau yang berjudul " Al 'Adalah Al Ijtima'iyah" merupakan hasil paling penting dari berbagai pola pikir dan idiologi radikal. Gagasan-gasan Sayyid Qutub merupakan percikan api pertama bagi berkobarnya perlawanan yang ia sebut sebagai perlawaban islam melawan musuh-musuhnya, baik di dalam atau di luar negri. Suatu perlawanan berdarah yang dari hari ke hari terus berkembang." Pengakuan Dr Aiman Al Zawahiri ini selaras dengan pernyataan Menteri Dalam Negri Saudi Arabia,
لهذه الأسباب مجتمعة فكرنا في خطة ووسيلة ترد الاعتداء .. والذي قلته لهم ليفكروا في الخطة والوسيلة باعتبار أنهم هم الذين سيقومون بها بما في أيديهم من إمكانيات لا أملك أنا معرفتها بالضبط ولا تحديدها........ .. وهذه الأعمال هي الرد فور وقوع اعتقالات لأعضاء التنظيم بإزالة رؤوس في مقدمتها رئيس الجمهورية ورئيس الوزارة ومدير مكتب المشير ومدير المخابرات ومدير البوليس الحربي، ثم نسف لبعض المنشآت التي تشل حركة مواصلات القاهرة لضمان عدم تتبع بقية الإخوان فيها وفي خارجها كمحطة الكهرباء والكباري،
"Menimbang berbagai faktor ini secara komprehensif, saya memikirkan suatu rencana dan cara untuk membalas perbuatan musuh. Aku pernah katakan kepada mereka: hendaknya mereka memikirkan suatu rencana dan cara, dengan mempertimbangkan bahwa mereka pulalah yang akan menjadi eksekutornya. Tentunya cara itu disesuaikan dengan potensi yang mereka miliki. Saya tidak tahu dengan pasti cara apa yang tepat bagi mereka dan saya juga tidak bisa menentukannya ...... Tindakan kita ini sebagai balasan atas penyandraan beberapa anggota tanzim. Kita membalas dengan menyingkirkan pimpinan-pimpinan mereka, terutama presiden, perdana mentri, ketua dewan pertimbangan agung, kepala intelijen, kepala kepolisian. Balasan juga dapat dilanjutkan dengan mengebom berbagarai infrastruktur yang dapat melumpuhkan transportasi kota Kaero. Semua itu bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada anggota Ikhwanul Muslimin di dalam dan luar kota Kaero. Serangan juga dapat diarahkan ke pusat pembangkit listrik dan jembatan layang." (Limaza A'adamuuni oleh Sayyid Qutub hal: 55) Pemaparan singkat ini menyingkap dengan jelas akar dan sumber pemikiran ekstrim yang melekat pada jiwa sebagian umat Islam di zaman ini. Hanya saja, perlu diketahui bahwa menurut beberapa pengamat gerakan ikhwanul muslimin, menyatakan bahwa dalam upaya merealisasikan impian besarnya, mereka terpecah ke dalam tiga aliran:
1. Aliran Hasan Al Banna. Dalam mengembangkan jaringannya, Hasan Al Banna lebih mementingkan terbentuknya suatu jaringan sebesar-besarnya, tanpa perduli dengan perbedaan yang ada di antara mereka. Kelompok ini senantiasa mendengungkan slogan: نجتمع على ما اتفقنا عليه ويعذر بعضنا بعضا فيما اختلفنا فيه "kita bersatu dalam hal yang sama, dan saling toleransi dalam setiap perbedaan antara kita. Tidak mengherankan bila para penganut ini siap untuk bekerja sama dengan siapa saja, bahkan dengan non muslim sekalipun, demi mewujudkan tujuannya. Prinsip-prinsip agama bagi mereka sering kali hanya sebatas pelaris dan pelicin agar gerakannya di terima oleh masyarakat luas. Tidak heran bila corak politis nampak kental ketimbang agamis pada kelompok penganut aliran ini. Karenanya, dalam perkumpulan dan pengajian mereka, permasalahan politik, strategi pergerakan dan tanzim sering menjadi tema utama pembahasannya.
2. Aliran Sayyid Qutub. Bersama bergabungnya Sayyid Qutub ke dalam barisan Ikhwanul Muslimin, terbentuklah aliran baru yang ekstrim pada tubuh ikhwanul muslimin. Permikiran dan corak pergerakannya yang lebih mendahulukan konfrontasi, ia menjadikan pergerakan ikhwanul muslimin terbelah menjadi dua aliran. Melalui berbagai tulisannya Sayid Qutub menumpahkan idiologi ekstrimnya. Tanpa segan-segan ia mengkafirkan seluruh pemerintahan umat Islam yang ada, dan bahkan seluruh lapisan masyarakat yang tidak sejalan dengannya. Karenanya ia menjuluki masjid-masjid umat Islam di selruh penjuru dunia sebagai "tempat peribadatan jahiliyyah". Dan selanjutnya, tatkala pergerakannya mendapatkan reaksi keras dari penguasa Mesir di bawah pimpinan Jamal Abdun Nasir, iapun menyeru pengikutnya untuk mengadakan perlawanan dan pembalasan, sebagaimana diutarakan di atas.
3. Aliran Muhammad Surur Zaenal Abidin. Setelah pergerakan Ikhwanul Muslimin mengalami banyak tekanan di negri mereka, yaitu Mesir, Suria, dan beberapa negeri arab lainnya, maka merekapun berusaha menyelamatkan diri. Negara yang paling kondusif kala itu untuk menyelamatkan diri dan menyambung hidup ialah Kerajaan Saudi Arabia.
Sayyid Qutub yang ia tuliskan dalam beberapa tulisanya. Berikut salah
satu ucapannya yang menginspirasi mereka membuat istilah tauhid
hakimiyyah ini:
تقوم نظرية الحكم في الإسلام على أساس شهادة أن لا إله إلا الله، ومتى تقرر أن الألوهية لله وحده بهذه الشهادة، تقرر بها أن الحاكمية في حياة البشر لله وحده. والله سبحانه يتولى الحاكمية في حياة البشر عن طريق أمرهم بمشيئته وقدره من جانب، وعن طريق تنظيم أوضاعهم وحياتهم وحقوقهم وواجباتهم وعلاقاتهم وارتباطاتهم بشريعته ومنهجه من جانب آخر.... وبناء على هذه القاعدة لا يمكن أن يقوم البشر بوضع أنظمة الحكم وشرائعه وقوانينه من عند أنفسهم؛ لأن هذا معناه رفض ألوهية الله وادعاء خصائص الألوهية في الوقت ذاته، وهو الكفر الصراح
"Nazariyat (teori) hukum dalam agama islam dibangun di atas persaksian bahwa "tiada tuhan yang behak diibadahi selain Allah". Dan bila dengan persaksian ini telah tetap bahwa peribadatan hanya layak ditujukan kepada Allah semata, maka dengannya pula tetap bahwa "perundang-undangan" dalam kehidupan umat manusia adalah hak Allah semata. Dari satu sisi, hanya Allah Yang Maha Suci, yang mengatur kehidupan umat manusia dengan kehendak dan takdir-Nya. Dan dari sisi lain, Allah jualah yang berhak mengatur keadaan, kehidupan, hak, kewajiban, hubungan, keterkaitan mereka melalui syari'at dan metode-Nya...... Berdasarkan kaedah ini, manusia tidak dibenarkan untuk membuat undang-undang, syari'at, dan peraturan pemerintahan seenak sendiri. Karena perbuatan ini artinya menolak sifat uluhiyyah Allah, dan mendakwakan bahwa pada dirinya terdapat sifat-sifat uluhiyah. Dan sudah barang tentu ini adalah nyata-nyata perbuatan kafir." (Al 'Adalah Al Ijtima'iyah 80).
Ketika ia menafsirkan ayat 19 surat Al An'am, Sayyid Qutub lebih ekstrim berkata : "Sungguh sejarah telah terulang, sebagaimana yang terjadi pada saat pertama kali agama Islam menyeru umat manusia kepada "laa ilaaha illallahu". Sungguh saat ini umat manusia telah kembali menyembah sesama manusia, ditindas oleh para pemuka agama, dan berpaling dari "laa ilaaha illallahu". Walaupun sebagian dari mereka masih tetap mengulang-ulang ucapan "laa ilaaha illallahu", akan tetapi tanpa memahami kandungannya. Ketika mereka mengulang-ulang syahadat itu, mereka tidak memaksudkan kandungannya. Mereka tidak menentang penyematan sebagian manusia sifat "al hakimiyah" pada dirinya. Padahal "al hakimiyah" adalah sinonim dengan "al uluhiyah ". Anda bisa bayangkan, bila para muazzin di mata Sayyid Qutub demikian adanya, maka halnya dengan selain mereka? Bila demikian cara Sayyid Qutub memandang para muazzin yang menjadi benteng terakhir bagi eksistensi agama Islam di masyarakat, maka kira-kira bagaimana pandangannya terhadap diri anda yang bukan muazzin? Kedudukan al hakimiyyah; kewenangan untuk meletakkan syari'at dalam Islam, sebenarnya tidaklah seperti yang digambarkan oleh Sayyid Qutub sampai menyamai kedudukan uluhiyyah .
Al Hakimiyah hanyalah bagian dari rububiyyah Allah. Karenanya setelah mengisahkan tentang penciptaan langit, bumi, serta pergantian siang dan malam, Allah Ta'ala berfirman: أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ تَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ {54} ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ "Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam. Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." Al A'araf 54-55 Pada ayat 54, Allah menegaskan bahwa mencipta dan memerintah yang merupakan kesatuan dari rububiyah adalah hak Allah. Dan pada ayat selanjutnya Allah memerintahkan agar kita mengesakan-Nya dengan peribadatan, yang diwujudkan dengan berdoa dengan rendah diri dan suara yang halus. Dengan demikian, tidak tepat bila al hakimiyah disejajarkan dengan uluhiyah. Apalagi sampai dikesankan bahwa al hakimiyah di zaman sekarang lebih penting dibanding al uluhiyah. Ucapan Sayyid Qutub semacam inilah yang mendasari para pengikutnya untuk lebih banyak mengurusi kekuasaan dan para penguasa dibanding urusan dakwah, tauhid dan memerangi kesyirikan yang banyak terjadi di masyarakat.
Semoga pemaparan singkat ini dapat sedikit membuka sudut pandang baru bagi kita dalam menyikapi berbagai idiologi, sikap dan pergerakan ekstrim yang berkembang di tengah masyarakat kita.
Lalu, apakah mungkin, seorang sekaliber Dr. Ayman Az Zawahiri yang memiliki pandangan dan cita-cita yang sama dengan saudara seimannya, Syaikh Usamah, dapat begitu tega melakukan pengkhianatan terhadap orang yang selama ini berjuang bersama dan selalu berada dekat dengannya?
تقوم نظرية الحكم في الإسلام على أساس شهادة أن لا إله إلا الله، ومتى تقرر أن الألوهية لله وحده بهذه الشهادة، تقرر بها أن الحاكمية في حياة البشر لله وحده. والله سبحانه يتولى الحاكمية في حياة البشر عن طريق أمرهم بمشيئته وقدره من جانب، وعن طريق تنظيم أوضاعهم وحياتهم وحقوقهم وواجباتهم وعلاقاتهم وارتباطاتهم بشريعته ومنهجه من جانب آخر.... وبناء على هذه القاعدة لا يمكن أن يقوم البشر بوضع أنظمة الحكم وشرائعه وقوانينه من عند أنفسهم؛ لأن هذا معناه رفض ألوهية الله وادعاء خصائص الألوهية في الوقت ذاته، وهو الكفر الصراح
"Nazariyat (teori) hukum dalam agama islam dibangun di atas persaksian bahwa "tiada tuhan yang behak diibadahi selain Allah". Dan bila dengan persaksian ini telah tetap bahwa peribadatan hanya layak ditujukan kepada Allah semata, maka dengannya pula tetap bahwa "perundang-undangan" dalam kehidupan umat manusia adalah hak Allah semata. Dari satu sisi, hanya Allah Yang Maha Suci, yang mengatur kehidupan umat manusia dengan kehendak dan takdir-Nya. Dan dari sisi lain, Allah jualah yang berhak mengatur keadaan, kehidupan, hak, kewajiban, hubungan, keterkaitan mereka melalui syari'at dan metode-Nya...... Berdasarkan kaedah ini, manusia tidak dibenarkan untuk membuat undang-undang, syari'at, dan peraturan pemerintahan seenak sendiri. Karena perbuatan ini artinya menolak sifat uluhiyyah Allah, dan mendakwakan bahwa pada dirinya terdapat sifat-sifat uluhiyah. Dan sudah barang tentu ini adalah nyata-nyata perbuatan kafir." (Al 'Adalah Al Ijtima'iyah 80).
Ketika ia menafsirkan ayat 19 surat Al An'am, Sayyid Qutub lebih ekstrim berkata : "Sungguh sejarah telah terulang, sebagaimana yang terjadi pada saat pertama kali agama Islam menyeru umat manusia kepada "laa ilaaha illallahu". Sungguh saat ini umat manusia telah kembali menyembah sesama manusia, ditindas oleh para pemuka agama, dan berpaling dari "laa ilaaha illallahu". Walaupun sebagian dari mereka masih tetap mengulang-ulang ucapan "laa ilaaha illallahu", akan tetapi tanpa memahami kandungannya. Ketika mereka mengulang-ulang syahadat itu, mereka tidak memaksudkan kandungannya. Mereka tidak menentang penyematan sebagian manusia sifat "al hakimiyah" pada dirinya. Padahal "al hakimiyah" adalah sinonim dengan "al uluhiyah ". Anda bisa bayangkan, bila para muazzin di mata Sayyid Qutub demikian adanya, maka halnya dengan selain mereka? Bila demikian cara Sayyid Qutub memandang para muazzin yang menjadi benteng terakhir bagi eksistensi agama Islam di masyarakat, maka kira-kira bagaimana pandangannya terhadap diri anda yang bukan muazzin? Kedudukan al hakimiyyah; kewenangan untuk meletakkan syari'at dalam Islam, sebenarnya tidaklah seperti yang digambarkan oleh Sayyid Qutub sampai menyamai kedudukan uluhiyyah .
Al Hakimiyah hanyalah bagian dari rububiyyah Allah. Karenanya setelah mengisahkan tentang penciptaan langit, bumi, serta pergantian siang dan malam, Allah Ta'ala berfirman: أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ تَبَارَكَ اللّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ {54} ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ "Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam. Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." Al A'araf 54-55 Pada ayat 54, Allah menegaskan bahwa mencipta dan memerintah yang merupakan kesatuan dari rububiyah adalah hak Allah. Dan pada ayat selanjutnya Allah memerintahkan agar kita mengesakan-Nya dengan peribadatan, yang diwujudkan dengan berdoa dengan rendah diri dan suara yang halus. Dengan demikian, tidak tepat bila al hakimiyah disejajarkan dengan uluhiyah. Apalagi sampai dikesankan bahwa al hakimiyah di zaman sekarang lebih penting dibanding al uluhiyah. Ucapan Sayyid Qutub semacam inilah yang mendasari para pengikutnya untuk lebih banyak mengurusi kekuasaan dan para penguasa dibanding urusan dakwah, tauhid dan memerangi kesyirikan yang banyak terjadi di masyarakat.
Semoga pemaparan singkat ini dapat sedikit membuka sudut pandang baru bagi kita dalam menyikapi berbagai idiologi, sikap dan pergerakan ekstrim yang berkembang di tengah masyarakat kita.
Lalu, apakah mungkin, seorang sekaliber Dr. Ayman Az Zawahiri yang memiliki pandangan dan cita-cita yang sama dengan saudara seimannya, Syaikh Usamah, dapat begitu tega melakukan pengkhianatan terhadap orang yang selama ini berjuang bersama dan selalu berada dekat dengannya?
Sungguh itu merupakan fitnah terkeji yang diucapkan oleh kafirin semata-mata untuk memecah belah kesatuan Mujahidin dan menjatuhkan mental mereka. Fitnah ini dibuat oleh salibis sebagai salah satu strategi mereka untuk mengalahkan Mujahidin, untuk memecah belah barisan Mujahidin.
Semua propaganda yang dibuat oleh kaum kafir akan terus berlanjut demi mencapai cita-cita mereka untuk memadamkan cahaya Allah di muka bumi ini, namun cahaya Allah tidak akan bisa dipadamkan begitu saja, karena makar Allah lebih hebat dari makar yang mereka buat .